Kenaikan harga BBM
bukan suatu hal yang aneh dan baru terjadi, Pemerintah seakan tidak punya
solusi yang lebih baik. Kenaikan harga BBM dimulai sejak jatuhnya pemerintahan
Soekarno dan masuknya pengaruh kapitalis di tanah air. Sejarah telah mencacat
setidaknya Pemerintah (Presiden) telah menaikkan harga BBM sebanyak 28 kali
dalam kurun waktu 41 tahun. Artinya, rata-rata setiap 1,5 tahun (18 bulan)
pemerintah menaikkan harga BBM. Selama kurang setengah abad, Pemerintah telah
menaikkan harga BBM rata-rata 10.000 kali atau satu juta persen lebih mahal
dari tahun 1965. (Diolah dari berbagai sumber: Pertamina, ESDM, Keppres RI,
Media Massa)
Kenaikan harga BBM menyebabkan
dampak yang sangat besar bagi masyarakat miskin, karena dampaknya yang
sistemik, berlanjut ke berbagai sektor. Ketika harga BBM naik, maka akan
mempengaruhi harga-harga di sektor lainnya : sandang, pangan, papan,
transportasi, dll. Bahkan sebagaian harga pangan sudah terlebih dahulu naik,
ketika muncul isu harga BBM akan naik. Kondisi inilah yang membuat, apapun
alasan yang dikemukan Pemerintah untuk menaikan BBM, rakyat miskin tidak akan
pernah berdamai dengan Pemerintah.
Seharusnya Pemerintah yang
mendengarkan keinginan rakyatnya, bukan malah sebaliknya, memaksa rakyat untuk
menerima keinginan mereka. Negara ini, katanya negara demokrasi, kekuasan
tertinggi berada ditangan rakyat. Konon katanya, pemerintahan di negara ini
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Tetapi, sepertinya pemerintahan
negara ini dikendalikan oleh segelintir orang untuk kepentingan kelompok
tertentu.
Seperti tahun-tahun
sebelumnya, kontroversi kenaikan BBM kembali menyeruak di pertengahan 2013.
Pemerintah kembali beralibi bahwa kenaikan harga BBM subsidi akan menekan
konsumsi BBM subsidi. Ujungnya, akan menghemat APBN dan mengurangi defisit
neraca perdagangan. Pemerintah hanya membicarakan kenaikan harga BBM untuk menyelamatkan
fiskal dari pembengkakan subsidi. Tetapi tidak berbicara sama sekali tentang
penataan sektor energi ataupun kebijakan energi nasional jangka panjang.
Kinerja Pemerintah dalam membenahi sektor energi bisa dikatakan nol besar,
alih-alih membaik, dari tahun ke tahun sektor energi semakin terpuruk.
Faktanya, sampai dengan
hari ini, Pemerintah belum pernah berhasil merumuskan arah kebijakan energi
nasional untuk melepaskan ketergantungan sumber energi nasional terhadap BBM.
Padahal kenaikan harga BBM adalah suatu hal yang pasti, seiring meningkatnya
kebutuhan akan energi dan menipisnya cadangan minyak bumi. Andai saja sejak
awal Pemerintah serius merumuskan arah kebijakan energi nasional, mungkin saja
ketergantungan akan BBM tidak akan seakut seperti sekarang ini. Artinya,
subsidi BBM tidak akan terus membengkak dari waktu ke waktu, sehingga sejarah
tidak perlu mencatat 28 kali kenaikan harga BBM dalam kurun waktu 41 tahun.
Wajar saja jika
ketergantungan akan BBM semakin akut dari tahun ke tahun. Kebijakan energi
nasional yang tidak pernah jelas dan tidak ada solusi jangka panjang dari
Pemerintah. Belum lagi kebijakan sektor lain yang justru mendukung
ketergantungan pada BBM. Misalnya, tidak adanya peraturan yang mampu
mengendalikan pertumbuhan kendaraan (roda dua dan empat) di tanah air. Contoh
lainnya, ketika produksi minyak bumi semakin menipis, Pemerintah juga gagal
melaksanakan program konversi bahan bakar dari BBM ke gas bumi. Jika selama ini
pemerintah benar bekerja mengurusi sektor energi, maka pemerintah telah
benar-benar gagal.
Nasi sudah menjadi
bubur, yang sudah terjadi tidak mungkin bisa kita ulang lagi. Menyesalpun tiada
gunanya, apalagi saling menyalahkan, lebih baik melihat kedepan. Saya masih
percaya tidak ada kata terlambat dan selalu ada kesempatan kedua. Tinggal
bagimana Pemerintah, mau serius atau tidak menata sektor energi. Jika tidak, konsumsi BBM tetap tidak akan
terkendali dan lambat atau pasti pemerintah akan membuat rakyat semakin
menderita dengan kembali manaikkan harga BBM. Harus berapa kali lagi harga BBM
dinaikkan? Sampai kapan kita harus tetap bergantung pada BBM, sedang produksi
BBM kita terus menipis.
Katanya kita hidup di
negeri yang kaya akan Sumber Daya Alam. Kita punya gas bumi, batu bara, panas
bumi, dll. Sudah saatnya sumber-sumber energi itu dimanfaatkan bagi kesejahteraan
rakyat. Bukan malah dijual murah ke negara lain, demi kepentingan segelintir
orang. Jika pemerintah serius, Pemerintah pasti sanggup merumuskan arah
kebijakan energi nasional dan menata sektor energi. Kecuali pemerintah memang
sengaja membiarkan arah kebijkan energi menjadi tidak jelas dan mengambil
keuntungan dari keadaan itu.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar