Selasa, 02 Juli 2013

Bobroknya Penataan Sektor Energi

Kenaikan harga BBM bukan suatu hal yang aneh dan baru terjadi, Pemerintah seakan tidak punya solusi yang lebih baik. Kenaikan harga BBM dimulai sejak jatuhnya pemerintahan Soekarno dan masuknya pengaruh kapitalis di tanah air. Sejarah telah mencacat setidaknya Pemerintah (Presiden) telah menaikkan harga BBM sebanyak 28 kali dalam kurun waktu 41 tahun. Artinya, rata-rata setiap 1,5 tahun (18 bulan) pemerintah menaikkan harga BBM. Selama kurang setengah abad, Pemerintah telah menaikkan harga BBM rata-rata 10.000 kali atau satu juta persen lebih mahal dari tahun 1965. (Diolah dari berbagai sumber: Pertamina, ESDM, Keppres RI, Media Massa)
Kenaikan harga BBM menyebabkan dampak yang sangat besar bagi masyarakat miskin, karena dampaknya yang sistemik, berlanjut ke berbagai sektor. Ketika harga BBM naik, maka akan mempengaruhi harga-harga di sektor lainnya : sandang, pangan, papan, transportasi, dll. Bahkan sebagaian harga pangan sudah terlebih dahulu naik, ketika muncul isu harga BBM akan naik. Kondisi inilah yang membuat, apapun alasan yang dikemukan Pemerintah untuk menaikan BBM, rakyat miskin tidak akan pernah berdamai dengan Pemerintah.
Seharusnya Pemerintah yang mendengarkan keinginan rakyatnya, bukan malah sebaliknya, memaksa rakyat untuk menerima keinginan mereka. Negara ini, katanya negara demokrasi, kekuasan tertinggi berada ditangan rakyat. Konon katanya, pemerintahan di negara ini dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Tetapi, sepertinya pemerintahan negara ini dikendalikan oleh segelintir orang untuk kepentingan kelompok tertentu.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, kontroversi kenaikan BBM kembali menyeruak di pertengahan 2013. Pemerintah kembali beralibi bahwa kenaikan harga BBM subsidi akan menekan konsumsi BBM subsidi. Ujungnya, akan menghemat APBN dan mengurangi defisit neraca perdagangan. Pemerintah hanya membicarakan kenaikan harga BBM untuk menyelamatkan fiskal dari pembengkakan subsidi. Tetapi tidak berbicara sama sekali tentang penataan sektor energi ataupun kebijakan energi nasional jangka panjang. Kinerja Pemerintah dalam membenahi sektor energi bisa dikatakan nol besar, alih-alih membaik, dari tahun ke tahun sektor energi semakin terpuruk.
Faktanya, sampai dengan hari ini, Pemerintah belum pernah berhasil merumuskan arah kebijakan energi nasional untuk melepaskan ketergantungan sumber energi nasional terhadap BBM. Padahal kenaikan harga BBM adalah suatu hal yang pasti, seiring meningkatnya kebutuhan akan energi dan menipisnya cadangan minyak bumi. Andai saja sejak awal Pemerintah serius merumuskan arah kebijakan energi nasional, mungkin saja ketergantungan akan BBM tidak akan seakut seperti sekarang ini. Artinya, subsidi BBM tidak akan terus membengkak dari waktu ke waktu, sehingga sejarah tidak perlu mencatat 28 kali kenaikan harga BBM dalam kurun waktu 41 tahun.
Wajar saja jika ketergantungan akan BBM semakin akut dari tahun ke tahun. Kebijakan energi nasional yang tidak pernah jelas dan tidak ada solusi jangka panjang dari Pemerintah. Belum lagi kebijakan sektor lain yang justru mendukung ketergantungan pada BBM. Misalnya, tidak adanya peraturan yang mampu mengendalikan pertumbuhan kendaraan (roda dua dan empat) di tanah air. Contoh lainnya, ketika produksi minyak bumi semakin menipis, Pemerintah juga gagal melaksanakan program konversi bahan bakar dari BBM ke gas bumi. Jika selama ini pemerintah benar bekerja mengurusi sektor energi, maka pemerintah telah benar-benar gagal.
Nasi sudah menjadi bubur, yang sudah terjadi tidak mungkin bisa kita ulang lagi. Menyesalpun tiada gunanya, apalagi saling menyalahkan, lebih baik melihat kedepan. Saya masih percaya tidak ada kata terlambat dan selalu ada kesempatan kedua. Tinggal bagimana Pemerintah, mau serius atau tidak menata sektor energi.  Jika tidak, konsumsi BBM tetap tidak akan terkendali dan lambat atau pasti pemerintah akan membuat rakyat semakin menderita dengan kembali manaikkan harga BBM. Harus berapa kali lagi harga BBM dinaikkan? Sampai kapan kita harus tetap bergantung pada BBM, sedang produksi BBM kita terus menipis.

Katanya kita hidup di negeri yang kaya akan Sumber Daya Alam. Kita punya gas bumi, batu bara, panas bumi, dll. Sudah saatnya sumber-sumber energi itu dimanfaatkan bagi kesejahteraan rakyat. Bukan malah dijual murah ke negara lain, demi kepentingan segelintir orang. Jika pemerintah serius, Pemerintah pasti sanggup merumuskan arah kebijakan energi nasional dan menata sektor energi. Kecuali pemerintah memang sengaja membiarkan arah kebijkan energi menjadi tidak jelas dan mengambil keuntungan dari keadaan itu.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar