Selasa, 15 Januari 2013

Perubahan BP Migas Menjadi SKK Migas dan Keseriusan Pengelolaan Energi


Selasa (13/10/2012) menjadi catatan penting bagi dunia migas Indonesia. Bagaimana tidak, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) secara resmi dinyatakan dibubarkan oleh MK, setelah dinyatakan inkonstitusional, tidak sesuai UUD 1945. Selain keberadaan BP Migas yang dianggap inkonstitusional, MK juga menilai UU Migas yang menjadi payung hukum lahirnya badan tersebut dianggap membuka liberalisasi pengelolaan migas karena sangat dipengaruhi pihak asing.
Alasan pemerintah membubarkan BP Migas adalah karena kekhawatiran terjadi penyalahgunaan kekuasaan di BP Migas. Pemerintah takut, kekuasaan negara atas sektor Migas menjadi lemah. Selain itu, BP Migas juga dianggap terlalu memihak kepada asing. Dengan kata Ian, BP Migas dianggap gagal mengurangi dominasi asing terhadap sektor migas nasional. Oleh karena itu, BP Migas dianggap sudah inkonstitusional dan bertentangan dengan UUD 1945. Kalau dilihat dari alasan tersebut, kebijakan pemerintah untuk membubarkan BP Migas sebenarnya masih bisa diterima akal sehat. Walaupun, kalau dikaji lebih dalam kebijakan tersebut masih menyisahkan tanda tanya. Pasalnya, kebijakan tersebut diambil dengan sangat terburu-buru. Tidak ada gin tidak ada hujan, tiba-tiba BP Migas dibubarkan, tentu ada sesuatu.
Seiring berjalannya waktu, sesuatu yang menjadi tanya tanya, mengapa pemerintah membubarkan BP Migas mulai terkuak. Setelah dibubarkan, BP Migas kemudian digantikan oleh SK Migas, yang memiliki tugas dan fungsi sama dengan BP Migas. Bedanya SK Migas ini berada di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan diketuai olah Menteri ESDM. SK Migas ini bersifat sementara, sehingga menimbulkan keraguan bagi para investor untuk melakukan kegiatan investasi di sektor migas. Sehingga, pemerintahpun akhirnya kembali menganti SK Migas menjadi SKK Migas. SKK Migas ini sifatnya sudah tetap, sudah memiliki ketua sediri, yaitu Mantan Wamen ESDM Rubi Rubiandini.
Dengan demikian, sebenarnya pemerintah tidak melakukan perbaikan, melainkan hanya menganti BP Migas menjadi SKK Migas. Boleh dikatakan pemerintah hanya menganti kulit luar dari BP Migas menjadi SKK Migas, menganti bungkusnya.  Disebut begitu, kerena semua personil SKK Migas adalah personil BP Migas, kecuali mantan ketuanya, Priyono. Kalau hanya berganti kulit begini, berarti SKK Migas tetap sama saja dengan BP Migas. Tentu saja kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, tidak menjawab permasalahan yang membuat BP Migas dibubarkan. Kerana pada dasarnya, permasalahan pengelolaan sektor migas itu, bukan pada siapa yang mengelola, tetapi bagaimana mengelolanya. Jadi yang mesti diperbaiki adalah sistem pengelolaannya, bukan nama lembaga atau orang yang mengelola lembaga tersebut.
Dari penjelasan di atas, sudah bisa disimpulkan, kebijakan pemerintah membubarkan BP Migas dan mengantinya dengan SKK Migas, bukanlah kebijakan yang tulus untuk melindungi sektor migas. Kebijakan yang diambil syarat akan kepentingan politik menjelang pemilu 2014. Tidak dapat dipungkiri, setiap tahun sektor migas mengelola uang 150-360 Triliun. Ada indikasi, pihak tertentu ingin memanfaatkan uang yang dikelola lembaga tersebut untuk kepentingan pesta demokrasi tahun 2014. Inilah yang terjadi dinegara ini, semuanya bisa diatur sesuai kepentingan pihak yang berkuasa. Padahal, masyarakat tentu sudah berharap pemerintah akan serius untuk memperbaiki pengeloaan sektor migas. Tetapi, apa boleh buat, harapan tetaplah harapan, dan hanya akan menjadi harapan, setidaknya sampai negera ini menemukan pemimpin yang benar-benar amanah. Semoga saja....

1 komentar: