Selasa (13/10/2012) menjadi catatan penting bagi dunia migas Indonesia.
Bagaimana tidak, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP
Migas) secara resmi dinyatakan dibubarkan oleh MK, setelah dinyatakan
inkonstitusional, tidak sesuai UUD 1945. Selain keberadaan BP Migas yang
dianggap inkonstitusional, MK juga menilai UU Migas yang menjadi payung hukum
lahirnya badan tersebut dianggap membuka liberalisasi pengelolaan migas karena sangat
dipengaruhi pihak asing.
Alasan pemerintah membubarkan BP Migas adalah karena kekhawatiran terjadi
penyalahgunaan kekuasaan di BP Migas. Pemerintah takut, kekuasaan negara atas
sektor Migas menjadi lemah. Selain itu, BP Migas juga dianggap terlalu memihak
kepada asing. Dengan kata Ian, BP Migas dianggap gagal mengurangi dominasi
asing terhadap sektor migas nasional. Oleh karena itu, BP Migas dianggap sudah
inkonstitusional dan bertentangan dengan UUD 1945. Kalau dilihat dari alasan
tersebut, kebijakan pemerintah untuk membubarkan BP Migas sebenarnya masih bisa
diterima akal sehat. Walaupun, kalau dikaji lebih dalam kebijakan tersebut
masih menyisahkan tanda tanya. Pasalnya, kebijakan tersebut diambil dengan
sangat terburu-buru. Tidak ada gin tidak ada hujan, tiba-tiba BP Migas
dibubarkan, tentu ada sesuatu.
Dengan demikian, sebenarnya pemerintah tidak melakukan perbaikan, melainkan
hanya menganti BP Migas menjadi SKK Migas. Boleh dikatakan pemerintah hanya
menganti kulit luar dari BP Migas menjadi SKK Migas, menganti bungkusnya. Disebut begitu, kerena semua personil SKK
Migas adalah personil BP Migas, kecuali mantan ketuanya, Priyono. Kalau hanya
berganti kulit begini, berarti SKK Migas tetap sama saja dengan BP Migas. Tentu
saja kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, tidak menjawab permasalahan yang
membuat BP Migas dibubarkan. Kerana pada dasarnya, permasalahan pengelolaan
sektor migas itu, bukan pada siapa yang mengelola, tetapi bagaimana
mengelolanya. Jadi yang mesti diperbaiki adalah sistem pengelolaannya, bukan
nama lembaga atau orang yang mengelola lembaga tersebut.
Dari penjelasan di atas, sudah bisa disimpulkan, kebijakan pemerintah
membubarkan BP Migas dan mengantinya dengan SKK Migas, bukanlah kebijakan yang
tulus untuk melindungi sektor migas. Kebijakan yang diambil syarat akan
kepentingan politik menjelang pemilu 2014. Tidak dapat dipungkiri, setiap tahun
sektor migas mengelola uang 150-360 Triliun. Ada indikasi, pihak tertentu ingin
memanfaatkan uang yang dikelola lembaga tersebut untuk kepentingan pesta
demokrasi tahun 2014. Inilah yang terjadi dinegara ini, semuanya bisa diatur sesuai
kepentingan pihak yang berkuasa. Padahal, masyarakat tentu sudah berharap
pemerintah akan serius untuk memperbaiki pengeloaan sektor migas. Tetapi, apa
boleh buat, harapan tetaplah harapan, dan hanya akan menjadi harapan,
setidaknya sampai negera ini menemukan pemimpin yang benar-benar amanah. Semoga
saja....
hmm nice..
BalasHapuswww.titianmc.co.id
infoahlik3.wordpress.com